Dear God,
I miss my old days.
When me and my Christian friends were holding each other hands.
We played, sang, and laughed together.
Without seeing our differences.

I miss my old days.
When I enjoyed Christmas with them.
I received Christmas gift just like them.
Without any bad thoughts.

And there were also times when we eat ketupat and opor ayam together.
We forgived each other mistakes.
Without any doubt.

I miss my old days.
When we always prayed for each other every night.
Without feeling scared about sin.

Isn't it beautiful, God?
Just like how Islam supposed to be, right?

So please, tell those people who name themselves as God's soldiers to stop spread the hate on Your earth.

But, still, I have one unanswered question for You.
Are they really Your soldiers?

Sincerely,

Your child.


*Dedicated to all of the victims of terrorism. Not just the ones who is killed, but also all moslems whose pride has been hurt by it.
Rabu, 02 Maret 2011

Onnanoko Monogatari

Hari ini saat nonton TV kabel tanpa sengaja aku menemukan sebuah film Jepang yang begitu menyentuhku. Judulnya Onnanoko Monogatari atau dalam bahasa Inggris berarti Things When I Was A Girl. Film ini berkisah tentang seorang mangaka yang tengah kehabisan ide cerita untuk manga terbarunya. Tiba-tiba ingatannya membawanya kembali ke masa lalunya. Saat ia masih tinggal di kampung halamannya dan bersahabat dengan dua orang sahabatnya. Meskipun hidup mereka susah namun mereka menjalani hidup dengan bahagia bersama-sama. Kesalahan-kesalahan yang mereka buat mereka jadikan sebagai pelajaran hidup yang berharga. Sampai akhirnya salah satu dari mereka memilih untuk menapaki jalan hidupnya di tempat yang jauh demi mencari makna hidup yang sesungguhnya.
Saat menonton film ini, aku langsung teringat pada sahabat-sahabatku yang sudah kukenal sejak aku masih berseragam putih-merah. Vivi, Albert, Herman dan Reno. Mereka adalah orang pertama yang mengajarkanku arti dari kata 'sahabat'. Kurang lebih sudah 17 tahun kami paling mengenal, berbagi cerita hidup bersama di sela-sela kesibukan kami berkutat dengan hidup marsing-masing. Benar, bukan berarti semua berjalan semulus yang kita bayangkan. Persahabatan juga tidak luput dari saling melukai, kecewa satu sama lain, kebencian sesaat, dilanda kebosanan dan akhirnya memilih untuk mengambil langkah menjauh selama beberapa saat. Kami mengalaminya. Namun persahabatan juga memberi kami kesanggupan untuk memaafkan, menghapuskan dendam, melupakan gengsi sehingga akhirnya ia mendekatkan kami kembali.
Saat ini aku sedang memilih untuk menapaki jalan hidupku sendiri demi mencari makna dari keberadaanku di dunia ini, sama seperti salah satu karakter dalam film yang kusebutkan di atas. Aku tahu, pilihanku ini menciptakan sedikit jarak antara aku dan sahabat-sahabatku namun aku tidak pernah sedikit pun meninggalkan mereka. Ada sebuah kalimat yang begitu mengena dalam film itu, 'Aku telah pergi begitu jauh. Namun sejauh apapun aku pergi, aku tetap tidak akan pernah bisa melupakan semua'.
Maka sahabat-sahabatku tercinta, maukah kalian menjadi rumah tempatku kembali saat aku ingin merebahkan tubuhku yang kelelahan dalam pengelanaan?
Sabtu, 26 Februari 2011

Tiga Fase Menulis

Sebenarnya aku merasa masih belum cukup pantas untuk membagi tips menulis mengingat aku baru melahirkan sebuah novel yang belum jadi best seller juga (terdengar sangat rendah hati ya? :p). Tapi berkat desakan seorang teman di twitter, Frida namanya, akhirnya aku menebalkan mukaku dan menulis post ini. Ada beberapa tips menulis yang akan aku bagi di sini, no mungkin lebih tepatnya kalau disebut membagi pengalamanku selama menulis baik novel pertamaku (Kimi Wo Shinjiteru) maupun cerpen-cerpen yang masuk dalam beberapa antologi.

1. Fase Persiapan
Fase ini adalah fase terpenting dalam proses menulis. Pada fase inilah kita bisa mengenal cerita kita dan membangun chemistry yang kuat antara kita dan karakter-karakter dalam cerita kita sehingga proses penulisan akan terasa lebih mudah karena kita sudah tahu betul bagaimana cerita kita akan berjalan bahkan dalam setiap scene-nya. Berikut adalah apa-apa saja yang harus dipersiapkan dalam fase ini:

★ Tema
Seringkali penulis bingung memilih tema justru bukan karena tidak ada ide dalam otaknya, melainkan karena terlalu banyak ide yang menarik. Pilih satu tema yang mampu membuatmu bergetar saat kamu memikirkannya.

★ Karakter
Setelah menentukan tema, buatlah daftar karakter. Semakin detil semakin bagus. Jangan hanya menuliskan umur dan sifat tapi juga sertakan ciri-ciri fisik dan hal-hal kecil lainnya, seperti membuat biodata saja. Hal ini membuat karaktermu menjadi nyata.

★ Sinopsis
Tema dan karakter sudah siap, sekarang buatlah sinopsis lengkap yang menggambarkan keseluruhan ceritamu. Sinopsis ini dapat menjadi pedomanmu saat mengalami writer's block atau saat mulai hilang fokus.

★ Kerangka
Dalam pelajaran mengarang saat sekolah, kita pernah diajarkan membuat kerangka cerita. Kerangka berisi poin-poin penting yang membangun setiap chapter. Kerangka sangat diperlukan untuk memudahkan proses menulis dan juga berguna untuk menjaga agar cerita yang kita tulis tidak melebar ke mana-mana.

★ Riset
Kumpulkan semua informasi yang kamu butuhkan untuk ceritamu sebelum mulai menulis. Hal ini bertujuan agar waktu menulis jadi lebih efektif tanpa harus terganggu oleh kegiatan riset.

2. Fase Penulisan
Setelah semua yang dibutuhkan dalam fase Persiapan siap, sekarang waktunya mulai menulis. Ada beberapa hal yang bisa mendukung kelancaran kita dalam menulis, yaitu:

★ Kenyamanan
Bagi seorang penulis, mood adalah hal terpenting dalam proses menulis. Dan untuk menciptakan mood yang baik dibutuhkan rasa nyaman yang bisa dipengaruhi oleh waktu, tempat dan media menulis. Aku lebih suka menulis di ruang keluarga rumahku pada saat orang-orang di rumahku tidur siang. Dan aku adalah tipe penulis yang tidak bisa mengalirkan inspirasi melalui tuts-tuts keyboard laptop jadi aku selalu menulis di atas kertas folio bergaris ditemani Boxy kesayanganku ;). Maka bereksperimenlah sampai kamu mendapatkan kenyamananmu.

★ Visualisasi
Sebagian besar orang lebih mudah menangkap sesuatu hal lewat visualisasi, baik berupa film atau gambar. Begitupun dengan menulis, akan lebih mudah menyampaikan ide cerita jika kita memvisualisasikan cerita kita terlebih dulu dalam otak kita. Bayangkan adegan dalam ceritamu adalah adegan dalam film. Bayangkan settingnya, penampilan karakter-karaktermu, gerak-gerik mereka, visualisasikan semua. Trust me, it works (kayak iklan ya :-D).

★ KBBI
Perindah tulisanmu dengan kata-kata yang tepat. Untuk itu perbanyak perbendaharaan kata dengan bantuan KBBI. Di jaman yang serba internet ini KBBI juga hadir secara online. Jadi saat kesulitan menemukan kata yang tepat untuk kalimatmu, nyalakan koneksi internetmu dan tandangi rumah KBBI daring/online.

3. Fase Pengeditan dan Perevisian
Sudah selesai menulis? Sekarang simpan tulisanmu dalam lemari (jika ditulis di atas kertas) atau dalam My Document di laptop/PC-mu selama 1 minggu atau bahkan sebulan. Gunakan waktu itu untuk menarik napas dan mengistirahatkan otak mu yang sudah kamu peras habis-habisan selama ini. Saat pikiranmu sudah kembali siap beraksi, ambil kembali tulisanmu dan mulailah mengedit dan merevisi. Mulai dari memperbaiki hal kecil seperti ejaan yang salah dan merevisi beberapa bagian dalam ceritamu.

Fase ini adalah fase tersulit dan melelahkan. Kita harus berhadapan dengan ego kita sendiri. Dan juga kita harus berani jujur pada diri sendiri bahwa bagian-bagian tertentu memang jelek atau tidak perlu sehingga harus dirubah atau dibuang. Namun jangan menyerah, revisi itu sangat penting agar kita bisa menyuguhkan yang terbaik kepada pembaca.


Perlu diingat bahwa tiap penulis memiliki caranya masing-masing demi menghasilkan tulisan yang bagus. Jadi temukan caramu dan... HAPPY WRITING! ;)
Selasa, 22 Februari 2011

Review Kimi Wo Shinjiteru - Rheza Aditya

First, I want to thank Rheza-kun atas susah payah dan tangan yang pegel-pegel saat menuliskan review yang super panjang ini :D Semua usahamu itu nggak sia-sia kok karena reviewmu itu benar-benar berguna buatku. Review Rheza bukan sekedar memuji atau mengkritik tapi juga menawarkan jalan dan memotivasi agar tulisanku lebih berkembang. Anata ni arigatou... :) Oya, yang aku post di blog ini cuma sebagian yaitu bagian yang bagus-bagus aja (namanya juga buat promosi :p), bagian yang membahas soal kekurangan-kekurangan aku simpan sebagai catatan dan bekal untuk nulis novel kedua.



Hi Rina-san!



Tugas baca novel plus analisa tulisan (mudah-mudahan) sudah selesai terlaksana! Berikut saya lampirkan laporannya, hehe xD

Komen pendek:
Menarik, melelehkan hati, melumat tragis sanubari #apasih. Yang membuat aku tertarik dan sanggup niat baca abis novelmu dalam satu hari bukanlah pemilihan temanya, juga bukan karena betapa karakter utamanya mengidap polio, dan juga bukan karena karakter Rana memiliki impact yang kuat di dalam ceritamu.
Aku tertarik karena aku nggak berhenti membaca sampe habis karena aku nggak punya alasan buat berhenti. As simple as that.
I’d give this piece 8/10. Bravo! Grab a wine and drink it, cheers for you. You deserve it. (or, maybe you already HAD your wine—or juice, whatever—)

Komen panjang:
Nah, sekarang…’apa sih yang bikin aku gak punya alasan buat berhenti?’
Jawabannya aku tulis di bawah ya…lengkap nih xD

1.     Ada hubungannya sama Jepang
Oke, ini kedengeran subjektif banget. (apalagi karena aku japan holic abis) tapi kalo boleh jujur, ya ini alasan utamanya J
P.S: aku belon denger lagunya, tp aku ngerti liriknya tanpa ngeliat terjemahan #sombong hahaha. Percaya deh, ‘tau’ sendiri dan baca terjemahan itu beda feelnya. Enakan tau sendiri, rasanya lebih gimanaa gitu J

2.     Alur cerita kokoh, nggak bolong2 kayak spongebob
Aku bisa liat intro, emotion build, teknik ‘tarik-ulur’, klimaks, dan antiklimaks hanya dengan sekali baca. Isn’t it wonderful? xD Well, meski sejujurnya plot kamu bukan yang paling unik yang pernah aku liat.
Aku bisa liat kamu punya potensi buat alur. Alur cerita adalah kekuatan utama kerangka novelmu. Aku terutama suka dan hampir becek karena baca surat dari rana ke shira. Itu bener-bener nancep dan pas banget buatku.

Dan, yang aku maksud dengan alurmu kokoh itu bukan berarti kunilai dari segi keunikan cerita ya. J
Maksudnya, secara teknis udah nggak ada masalah.
Aku sering liat tulisan penulis yang plotnya berantakan abis (meski bahasa uda pro banget) nggak ada klimaks yang jelas (dari awal sampe akhir monoton, atau malah tegang terus) dan nggak ada tarik-ulur emosi pembaca dengan para karakternya.

I like your characters, dan dikau udah meracik ceritanya sedemikian rupa supaya setiap karakter kebagian porsi yang pas. (meski, I would love to see more Rana and Gil)

3.     I had fun guessing what would your writings look like in the near future.
Kalo aku boleh berpendapat, menurut aku tulisan kamu bagus. Namun masih bisa lebih bagus lagi. Yang bikin aku seneng adalah, dari tulisan kamu yang Kimi wo Shinjiteru, aku udah bisa ngeliat stabilitas dan perkembangan yang mantap. Steady. Jadi aku bener-bener nggak sabar pengen liat tulisan kamu yang berikutnya, penasaran sejauh apakah kamu bakalan berkembang. J

4.     I peeked the ending before I started reading, and it hooked me up
Aku SUKA BANGET endingnya, super sweet happy dan menggantung (?) hahaha
Tapi yah…kalo dideskripsikan, aku suka baca happy ending…tapi nggak mau happy yang semuanya bener-bener perfect. Aku mau ending yang menggantung, supaya aku bisa imajinasi sendiri setiap karakter bakal jadi kayak gimana.

Dan, alasan nomor 5. Adalah Karena saya tidak ada kerjaan di rumah hari ini #gapenting



Oke, jadi sekarang kita uda dapet 3 poin:
-        Alurmu kokoh, disusun layaknya seorang pro
-        Tulisanmu masih punya BANYAK ruang untuk berkembang
-        Ending yang nggak gantung2 amat, dan nggak 100% happy juga. Seriously I like that. <3
“Bagi ku – cinta, suka, cuma ada dalam mimpi. Sementara aku hidup dalam kenyataan!”

Jadi, novel setebal 262 ini menceritakan tentang seorang gadis berkaki polio yang sulit percaya kepada cinta lagi setelah pacar yang amat sangat di sayangi dan di percayai nya meninggalkan dia untuk menikah dengan gadis “sehat” pilihan orang tua nya.

Namanya Shira. Wartawan Majalah Musik. Bersahabat dengan Rana, seorang penyandang cacat Muscullar Distrophy yang juga sama-sama pernah di kecewakan oleh cinta.

Shira berpikir, apakah cinta tidak pernah ada untuk orang-orang cacat seperti mereka? Tapi Rana, dengan segenap kemampuannya berusaha meyakinkan Shira dan memberikan pemahaman tentang cinta sejati yang tetap saja akan datang apapun kondisi yang terjadi.

Shira kekeuh untuk tidak akan pernah percaya apa itu cinta. Yang jelas, bagi Shira, Cinta itu cuma ada dalam mimpi. Sementara dia hidup di dunia nyata. Jadi, jelas, tidak ada cinta dalam hidup Shira.

Tapi pemahaman itu mulai goyah ketika ada sosok fotrografer baru bernama Reiga di kantor tempat Shira bekerja. Bos Shira naksir Reiga, dan Reiga naksir Shira. Ribet yah? Tapi, that’s love, dan tentu saja itu lah HIDUP. tidak semua apa yang direncanakan manusia berjalan sebagaimana kehendaknya. Semua tergantung kuasa Allah.

Shira membangun tembok yang semakin kokoh untuk menahan cinta Reiga masuk. Dia tidak saja takut melukai hati Bosnya, tapi juga tidak ingin terjerumus dalam sakit yang sama untuk kedua kalinya ketika cinta itu hilang.

Tapi apa yang terjadi? Kenapa justru akhirnya Shira luluh kepada Reiga? Bagaimana dengan Alena – Bos Shira yang juga naksir Reiga?

Kimi Wo Shinjiteru (Believe in You) membahas lengkap dan sangat lengkap tentang perjuangan SHira membentengi dirinya dari segala jenis hal yang berhubungan dengan cinta. Meskipun pada akhirnya benteng itu roboh juga oleh seorang Reiga.

Dengan nuansa jepang yang sangat kental (bukan latarnya, tapi pernak-perniknya seperti lagi, bahasa, dsb) membuat saya sedikit tersengal-sengal membacanya. Hihi. Karena saya tidak pernah menyukai segala sesuatu yang berbau jepang. Eh? Jelas dong ya Novel ini Jepang nya kental banget! Judulnya aja udah begitu, cover nya juga xD eh iya by the way saya suka cover nya (karena warna ungu) lucu banget deh :)

Ditulis dengan bahasa yang ringan dan mengalir membuat isi novel ini jadi mudah dipahami. Meski ending nya sudah bisa di tebak – bahwa nantinya bagaimana pun juga pada akhirnya Reiga tetap akan meluluhkan Shira, tapi tetap saja ending itu dituliskan dengan cara yang sangat manis. Sehingga ketika membaca, kita seakan-akan menjadi Shira yang luluh karena Reiga.

Pada beberapa perpindahan adegan, mungkin agak kurang dijelaskan oleh penulis. Karena tau-tau saja sudah berpindah ke rumah sakit, padahal tadinya sedang di tempat lain. Ini missed aja mungkin ya. Tapi tetap tidak mengurangi keindahan novel ini untuk dibaca.

Konflik-konflik di dalamnya juga bikin gregetan. Gemes banget saya sama SHira yang selalu bersikap sok cuek sama Reiga, sok nggak mau, sok nggak butuh, sok jual mahal. Padahal dalam hati ngareeeep banget begitu sama Reiga. Hahaha. baca ini, saya jadi teringat kalo nonton FTV-FTV yang sering bikin geregetan gara-gara tokoh utama yang sok nggak mau padahal ngarep banget :D Penulis membuat sosok Shira sangat konsisten, keras kepalanya benar-benar kelihatan. Ah, pokoknya kalo urusan karakter, novel ini jempolan banget. Setiap tokoh memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga meskipun tidak di jelaskan itu dialog siapa, pembaca akan tetap tau bahwa itu siapa yang ngomong.

Saluuut buat penulis yang mampu menulis sebanyak ini. Ini kalo dikonversikan berapa halaman A4 yaah? saya aja nulis 178 halaman udah ngos-ngosan :D :D
Well, Good Job. Good book. Banyak pelajaran baru yang berusaha di bagi penulis di dalam ini.

Kalo kamu termasuk orang-orang yang tidak percaya cinta, atau sulit mendapati pemahaman tentang cinta. Sok atuh, beli dan baca buku Kimi Wo Shinjiteru ini. Dijamin kalian akan terenyuh pada perjuangan Reiga mendapatkan Shira. Dan kalian jadi akan berharap ada sosok seperti itu juga dalam hidup kalian. *loh? Hahahahah

Nikmati sensasi perjuangan cinta di dalam ini.

Selamat berburu buku ini… (Tidak ada di toko buku, hanya ada di www.nulisbuku.com) ^^
Relationship
Adyta Purbaya
www. nulisbuku.com


Dengan tagline 'Ketika orang lain tak harus tahu hubungan yang sesungguhnya', novel ini menawarkan pemahaman baru mengenai sebuah hubungan. Berkisah tentang hubungan 'misterius' antara Tisya, si pecinta Avenged Sevenfold dengan Rama, teman dari kecil yang juga satu kampus dengannya. Kedekatan mereka mem buat orang-orang di sekitar mereka mempertanyakan status hubungan mereka yang sebenarnya. Namun Tisya dan Rama tetap kekeuh menyembunyikan status mereka. Sampai pada suatu hari Tisya mendapati status di Facebook Rama berubah menjadi In A Relationship dengan salah seorang teman kuliah mereka. Hal itu membuat Tisya bimbang, haruskah hubungannya dengan Rama yang sesungguhnya dipublikasikan?

Setelah melahap habis novel ini, aku dipaksa untuk merenung. Seringkali kita menuntut pemublikasian atas hubungan yang kita jalani hanya agar orang lain mengakui hubungan tersebut. Kita sibuk pamer status di semua akun jejaring sosial yang kita miliki. Novel ini menyuguhkan sudut pandang yang lain. Hubungan bukanlah sesuatu yang harus digembar-gemborkan di depan umum. Hubungan adalah antara 'aku' dan 'kamu' maka cukup 'aku' dan 'kamu' yang tahu. Begitu kira-kira inti dari pelajaran yang dapat diambil dari cerita novel ini.

Poin lain yang membuatku jatuh cinta dengan novel ini adalah cerita yang mengambil setting di Palembang. Berbeda dengan teenlit-teenlit lain yang kebanyakan mengambil setting di Jakarta atau bahkan kota-kota di luar negeri. Penulis menggambarkan keindahan Palembang dan kehidupan muda-mudi di sana dengan sangat baik.

Membaca novel setebal 178 halaman ini hanya membutuhkan waktu satu hari. Bahasanya yang ringan dan begitu mengalir membuat kita tidak akan bosan membacanya. Apalagi bagi para pecinta teenlit, novel ini menjadi pilihan yang pas untuk dibaca.
Sabtu, 12 Februari 2011

Tuhan, Inilah Amarahku PadaMu.

Tuhan, inilah amarahku padaMu.
Atas suratan yang telah kau tuliskan tentang hidupku.
Dengan keegoisanmu Kau membedakanku.
Dari apa yang kusebut dengan 'mereka'.

Tuhan, inilah amarahku padaMu.
Atas sepasang mata yang Kau hadiahkan pada mereka.
Sehingga mereka bisa dengan leluasa menatapku.
Keheranan dan rasa jijik terpantul dalam bola mata mereka.
Tanpa perasaan.

Tuhan, inilah amarahku padaMu.
Atas kaki yang Kau ciptakan untukku.
Tidak ubahnya sekedar aksesoris.
Karena kaki ini tidak mampu membawaku.
Ke mana seharusnya aku melangkah.

Tuhan, inilah amarahku padaMu.
Atas tubuh yang terkurung.
Di balik tembok-tembok putih ini.
Tertawa di siang hari.
Menangis di malam hari.

Tuhan, inilah amarahku padaMu.
Atas impian-impianku yang Kau buang dengan paksa.
Tanpa peduli berapa banyak doa kupanjatkan.
Berapa banyak air mata untuk meyakinkanMu.

Tuhan, inilah amarahku padaMu.
Atas cinta yang Kau anugerahkan padaku.
Yang selalu berubah menjadi luka.
Karena Kau lupa menganugerahkan ketulusan.
Di hati putra Adam untukku.

Tuhan, inilah amarahku padaMu.
Atas diamMu.
Untuk satu-satunya pertanyaanku.
'Mengapa?'
 
Sketsa Hari. Template Design By: SkinCorner from JackBook